Minggu, 02 November 2014

Stop Memberi Bedak pada Bayi

Stop Memberi Bedak pada Bayi
Meski beberapa ahli kesehatan sudah mengatakan bahwa bedak bayi bisa berisiko menyebabkan masalah pernapasan pada bayi, tapi masih saja ada ibu-ibu yang memakaikannya ke anak mereka.

American Academy  of Pediatrics  merekomendasikan untuk tidak menggunakan bedak bayi karena berisiko menyebabkan masalah pernapasan.

Bedak bayi dapat menyebabkan kesulitan bernapas dan kerusakan paru-paru serius jika bayi menghirup partikel dari bedak tersebut. Dan, partikel-partikel kecil itu akan semakin sulit dikendalikan jika sudah bercampur dengan udara luar (setelah digunakan).

Tak jarang, banyak bayi yang paru-parunya teriritasi. Bayi yang paling berisiko adalah bayi prematur, bayi dengan penyakit jantung bawaan, dan bayi yang memiliki RSV atau penyakit pernapasan. Oleh karena itu, agar lebih aman, hindari penggunaan bedak ke tubuh bayi Anda.

Ada yang mengatakan, bedak digunakan untuk mengatasi iritasi kulit bayi. Sebenarnya hal itu bisa berlaku kebalikannya. Jika tubuh bayi tidak dibersihkan dengan benar, bubuk bedak akan menumpuk (terutama di bagian lipatan kulit) dan kemudian menyebabkan iritasi.

Kalaupun Anda memutuskan untuk tetap memakaikannya ke anak, perhatikan cara penggunaannya berikut ini:

- Gunakan sedikit saja.

- Tuang bedak ke tangan Anda terlebih dahulu (jangan langsung ke badan anak) di mana posisi tangan jauh dari anak, usap bedak menggunakan kedua tangan, lalu oleskan ke tubuh anak.

- Setelah digunakan, jauhkan kemasan/wadah bedak dari jangkauan anak.

Sebenarnya hal ini (partikel yang mudah terhirup) tidak hanya berlaku untuk bedak bayi, tapi juga pada bubuk lainnya, seperti bubuk dari tepung jagung, tepung beras, dan lainnya.

Sumber : health.kompas.com

Makin Digaruk Makin Gatal, Mengapa?

Makin Digaruk Makin Gatal, Mengapa?
Seseorang kerap sulit menahan diri untuk tidak menggaruk ketika terasa gatal pada suatu bagian tubuh. Sekali menggaruk, tangan rasanya tak bisa berhenti untuk menggaruk dan berharap rasa gatal hilang.

Para ilmuwan mengatakan, menggaruk sebenarnya tak menjamin menghilangkan rasa gatal dan justru dapat membuat bagian yang gatal menjadi terasa makin gatal.

Penelitian menunjukkan bahwa saat menggaruk, otak akan memproduksi serotonin yang membuat seseorang semakin gatal. Para ilmuwan menyatakan bahwa menggaruk, mulanya dapat menyebabkan nyeri pada kulit.

Dokter Zhou-Feng Chen, peneliti senior dan direktur Pusat Studi Rasa Gatal di Universitas Washington, mengatakan bahwa rasa nyeri tersebut akan mengganggu rasa gatal. Sel-sel saraf pada sumsum tulang belakang membawa sinyal rasa sakit ke otak, bukan sinyal gatal.

"Jika serotonin menyebar dari otak ke sumsum tulang belakang, serotonin dapat bergerak dari neuron yang merasakan nyeri ke sel-sel saraf yang mempengaruhi intensitas gatal," kata Chen.

Chen menjelaskan, sinyal gatal dan sinyal rasa sakit dikirim melalui jalur yang berbeda, namum saling berhubungan.

Saat menggaruk memang seketika dapat meredakan rasa gatal dengan munculnya rasa sakit ringan. Namun, ketika tubuh merespon sinyal rasa sakit, rasa gatal akan semakin parah.

Menurut peneliti, memblokir pelepasan seratonin bukan cara yang baik untuk mengurangi rasa gatal. Sebab, serotonin juga mempengaruhi proses pertumbuhan, penuaan, metabolisme tulang dan mengatur suasana hati. Memblokir serotonin dikhawatirkan berdampak ke seluruh tubuh.

Chen mengatakan, kemungkinan yang dilakukan adalah mengganggu komunikasi antara serotonin dan sel saraf di sumsum tulang belakang yang mengirimkan rasa gatal.

Salah satu cara yang dilakukan adalah mengisolasi reseptor yang digunakan oleh serotonin untuk mengaktifkan neuron GRPR. Neuron GRPR ini yang menyampaikan sinyal gatal dari kulit ke otak. Ketika dilakukan percobaan pada tikus, hasilnya rasa gatal berkurang.

Sumber : health.kompas.com                 

Tunda Dulu Makanan Ini untuk Bayi

Tunda Dulu Makanan Ini untuk Bayi
Buat si kecil yang sudah mendapatkan MPASI alias makanan pendamping ASI, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah mengetahui bahan makan yang sebaiknya dihindari atau ditunda pengenalannya.

1. Penyedap rasa dan garam
Penyedap banyak mengandung natrium yang dapat memengaruhi kinerja ginjal bayi. Demikian pula dengan garam. Apalagi saat bayi, kinerja ginjalnya belum sepenuhnya sempurna. Bila Anda ingin memperkenalkan garam, baiknya ketika bayi memasuki usia 9 bulan. Cukup sejimpit kecil, sekedar untuk penambah rasa.

2. Madu
Madu dikhawatirkan mengandung bakteri botulinum yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan. Selain itu, madu juga kaya akan protein yang dapat memicu terjadinya alergi. Oleh karena itu madu sebaiknya diperkenalkan setelah bayi berusia setahun.

3. Putih dan kuning telur
Telur berpotensi menimbulkan alergi. Disarankan, kuning telur diperkenalkan ketika bayi  mulai memasuki usia 9 bulan. Sedangkan putih telur dapat diperkenalkan saat bayi memasuki usia setahun.

4. Sayuran bertekstur kasar
Bayi belum mampu mencerna dengan baik. Oleh karena itu, sayuran dengan tekstur kasar, seperti: daun singkong, genjer, kacang panjang, sawi, dan lain-lain, baru boleh diperkenalkan setelah bayi berusia setahun. Kangung dan kembang kol sebaiknya juga jangan terlalu dini diperkenalkan karena seratnya tergolong kasar.

5. Sayuran yang mengandung gas
Kol sebaiknya tidak diberikan kepada bayi karena banyak mengandung gas. Dikhawatirkan malah membuat perut bayi menjadi kembung. Setelah si kecil usia setahun, barulah Anda boleh memperkenalkan si kecil dengan makanan ini.

6. Mengandung gluten
Gluten adalh protein yang ditemukan dalam biji-bijian, seperti gandumg, gandung hitam, gandum barley, dan gandum oat. Bila ingin diperkenalkan sebaiknya saat bayi berusia 9 bulan untuk menghindari meningkatnya risiko alergi akibat sistem kekebalan tubuh bayi belum sempurna.

7. Ikan laut
Ikan dapat menyebabkan reaksi alergi pada sebagian bayi, sementara sistem kekebalan tubuh bayi belum terbentuk sempurna. Ikan laut baru boleh diperkenalkan setelah bayi berusia 9 bulan.

8. Kacang-kacangan
Makanan yang mengandung kacang sebaiknya tidak diberikan kepada bayi dari keluarga dengan riwayat alergi sampai si kecil setidaknya berusia 3 tahun. Selain itu, jangan memberi segala jenis kacang secara utuh pada anak balita karena beresiko tersedak.

9. Buah yang asam dan bergetah
Buah tomat dan jeruk sebaiknya ditunda hingga bayi berusia 8-9 bulan, karena kedua buah tersebut disinyalir dapat menjadi pencetus alergi pada bayi-bayi yang memang memiliki bakat alergi. Tidak disarankan memberi buah yang berserat panjang dan terlalu asam pada bayi, seperti sirsak. Hindari pula buah-buahan yang mengandung alkohol, seperti: durian, nangka, dan cempedak.

Buah yang dapat diberikan kepada bayi berusia 6 bulan antara lain: pisang ambon, avokad, pir, apel, melon, dan pepaya. Masuk usia 7 bulan dapat diperkenalkan dengan belimbing, semangka, dan jambu biji. Pada usia 8-12 bulan dapat diberikan jeruk, tomat, dan stroberi. Selanjutnya, 1 tahun ke atas si kecil sudah dapat mengonsumsi nanas, sawo, dan mangga.

Sumber : health.kompas.com

Viagra Bakal Dikembangkan Jadi Obat Jantung?

Viagra Bakal Dikembangkan Jadi Obat Jantung?
Obat antiimpotensi Viagra pada awalnya dimaksudkan untuk menjadi obat gangguan jantung dan pembuluh darah. Meski kini lebih dikenal sebagai "obat kuat", para ahli merasa obat ini sudah seharusnya kembali ke tujuan awalnya.

Viagra mulai diperkenalkan di pasaran tahun 1998 setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) menyetujui penggunaan obat ini untuk pria yang impotensi. Satu dekade kemudian, ia menjadi obat yang paling sukses di pasaran dengan produksi mencapai 1,8 miliar pil dan digunakan lebih dari 35 juta orang.

Obat yang memiliki nama generik Sildenafil ini sejatinya didesain untuk mengatasi tekanan darah tinggi dan penyakit kardiovaskular dengan cara melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah.

"Efektivitasnya sebagai obat anti-angina (nyeri dada) tergolong sedang, tapi pasien yang minum obat ini mengalami efek samping tak terduga yakni peningkatan kualitas ereksi," kata Andrea M.Isidori, salah satu peneliti.

Setelah mendengar banyak laporan dari pasien yang mengalami hal serupa, para ahli di Pfizer, produsen Viagra, langsung mengubah fokusnya dari obat jantung menjadi obat antiimpotensi.

Dikenal luas sebagai "pil cinta", pada awal sejarahnya obat ini justru berdampak negatif pada pasien penyakit jantung, beberapa bahkan mengalami kematian mendadak. Setelah itu, para dokter berhenti meresepkan obat ini pada pria yang menderita penyakit jantung.

Belakangan hasil riset mengungkapkan bahwa masalah itu timbul jika Viagra dikombinasikan dengan obat lain yang mengandung zat nitro (dipakai untuk mengatur saraf, imun, dan sistem kardiovaskular).

Kombinasi obat tersebut akan menyebabkan penurunan tekanan darah mendadak ketika penggunanya sedang berhubungan seks, dan ini tentu saja berbahaya bagi seseorang yang sudah punya masalah jantung. "Jika Viagra diminum dengan tepat, masalah itu tak akan terjadi," kata Isidori.

Studi terbaru mungkin akan mengubah persepsi bahwa Viagra berbahaya bagi orang yang mengalami gangguan jantung. Bahkan, obat yang kerap dijuluki "pil biru" ini bisa meningkatkan fungsi jantung.

Phosphodiesterase-5 inhibitor (PDE5i) adalah kandungan utama dalam Viagra dan obat antiimpotensi lainnya. Inhibitor ini akan menahan enzim PDE5, yang mencegah relaksasi jaringan otot halus.

Hasil penelitian terbaru yang melibatkan 1.622 pria menunjukkan, PDE5i mencegah jantung membesar dan berubah bentuk pada pasien yang mengalami kondisi yang disebut hipertropi ventricular kiri. PDE5i juga meningkatkan performa jantung pada semua pasien dengan berbagai kondisi jantung, tanpa efek negatif pada tekanan darah.

Para peneliti menyimpulkan PDE51 aman untuk pria yang mengalami penipisan otot jantung dan tahap awal gagal jantung. "Kami menemukan bahwa kandungan utama dalam Viagra bisa dipakai sebagai terapi yang efektif pada pasien penyakit jantung," kata Isidori.

Meski begitu, masih dibutuhkan penelitian lagi untuk mengetahui apakah zat tersebut benar-benar aman. Jika nanti terbukti aman, maka kepopuleran Viagra sebagai "obat kuat" mungkin akan digantikan sebagai obat jantung.

Sumber : health.kompas.com

Godaan Makan Enak Saat Akhir Pekan Tak Perlu Ditakuti

Godaan Makan Enak Saat Akhir Pekan Tak Perlu Ditakuti
Mereka yang sedang menjalankan pola makan sehat kerap merasa sangat bersalah setelah "kecolongan" mengasup makanan berlemak dalam satu hari. Demikian juga mereka yang biasanya disiplin berolahraga tapi karena kesibukan tak sempat membakar keringat.

Sebenarnya perasaan bersalah karena merusak diet tersebut tak perlu. Samantha Cassety, pakar nutrisi, mengatakan bahwa sedikit longgar dalam makanan pada satu hari tak akan membuat kita langsung menjadi gemuk.

"Sebenarnya tidak mungkin kita naik berat badan dalam satu malam, bahkan jika kita menghabiskan satu rak makanan," kata Cassetty.

Ia menjelaskan, untuk mengalami kenaikan berat badan, kita harus makan 3.500 kalori lebih banyak dari yang biasanya kita makan. 

Jadi, jika pada hari-hari biasa kita makan 2.000 kalori, maka Anda harus menambahnya dengan 3.500, sehingga totalnya 5.500 kalori untuk naik berat badan sekitar 0,5 kilogram. Dan itu pun terjadi jika kita tak melakukan aktivitas fisik sama sekali.

Jumlah 3.500 kalori itu setara dengan dua sayap ayam (110 kalori), beberapa onion ring (340 kalori), satu porsi keripik (290 kalori), satu burger (860 kalori), seiris cake cokelat (795 kalori), dan tiga gelas wine (370 kalori). Itu adalah jumlah makanan yang banyak. 

Ada juga bukti ilmiah yang menyebutkan bahwa tak gampang mendapat kenaikan berat badan dalam sehari setelah makan cukup banyak. 

"Meski ada orang yang mengaku berat badannya naik hampir 5 kg setelah liburan 6 minggu, tapi sebenarnya rata-rata orang hanya mengalami kenaikan sekitar setengah kilogram," katanya.

Tetapi, tak dipungkiri ada juga orang yang naik berat badan sampai 2,5 kilogram setelah hari raya. Tapi jumlahnya pun tak sampai 10 persen. 

Walau demikian, makan berlebihan bisa membuat perut merasa begah dan tidak nyaman keesokan harinya. 

"Selama kita bisa memperbaikinya di keesokan harinya, yakni dengan makan secara sehat dan kembali ke olahraga rutin, berat badan tak akan bertambah," kata Cassetty. 

Jadi, jangan terlalu takut menghadapi godaan makanan enak saat liburan atau akhir pekan. Tapi, pengendalian diri tetap dibutuhkan dan pastikan Anda konsisten melakukan aktivitas olahraga seperti biasa. 

Sumber : health.kompas.com